Satukan Langkah, Tinggalkan Media Berita
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ،
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أما بعد،
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَإِنَّ أَفْضَلَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hadhirin, jamaah shalat id yang kami muliakan,
Selama ramadhan, kita banyak dimudahkan untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Baik ibadah yang kita lakukan siang hari, seperti puasa, sedekah takjil, maupun ibadah malam hari, seperti shalat tarawih, tadarus al-Quran dan yang lainnya.
Tentunya kita sangat berharap pahala dari amal yang kita lakukan. Hanya saja, tidak ada yang bisa memastikan, apakah amal kita diterima oleh Allah, ataukah tidak. Sementara Allah telah menegaskan dalam al-Quran, Dia hanya akan menerima amal yang dilandasi taqwa.
Allah berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Allah hanyalah menerima amal dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS. al-Maidah: 27).
Kondisi inilah yang membuat sebagian ulama di masa silam merasa resah ketika idul fitri. Mereka resah, bukan karena tidak punya baju baru atau makanan lezat. Mereka resah, karena mereka tidak tahu, apakah amalnya selama ramadhan diterima oleh Allah ataukah tidak.
Malik bin Dinar – seorang ulama tabi’in – pernah mengatakan,
الخَوفُ عَلَى العَمَلِ أَنْ لَا يَتَقَبَّلَ أَشَدُّ مِنَ العَمَلِ
“Perasaan takut amalnya tidak diterima, lebih berat dibandingkan amal itu sendiri.” (Lathaif al-Ma’arif, hlm. 368).
Ada seorang ulama tabi’ tabi’in, Abdul Aziz bin Abi Rawad, beliau menceritakan kondisi para tabi’in di masa silam,
أَدْرَكْتُهُم يَـجْتَهِدُونَ فِي العَمَلِ الصَّالِـح فَإِذَا فَعَلُوهُ وَقَعَ عَلَيهِمُ الـهَمُّ أَيُقْبَلُ مِنهُمْ أَمْ لَا
“Aku menjumpai para ulama, mereka bersungguh-sungguh dalam beramal soleh. Selesai beramal, timbul keresahan dari diri mereka, apakah amalnya diterima ataukah tidak.” (Lathaif al-Ma’arif, hlm. 369).
Kaum muslimin yang berbahagia,
Sebagai wujud rasa sayang kita terhadap amal yang kita lakukan, mari kita perbanyak berdoa, memohon agar Allah menerima amal kita.
Kebiasaan seperti inilah yang dilakukan para ulama sejak masa silam. Bahkan selama 6 bulan pasca-ramadhan, mereka banyak meminta kepada Allah, agar amalnya diterima oleh Allah.
Mu’alla bin Al-Fadhl – seorang ulama tabi’ tabiin – menceritakan kondisi para sahabat,
كَانُوا يَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُم رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُونَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنهُمْ
“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)
Karena itu, ketika saling bertemu, mari kita saling mendo’akan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’
Semoga Allah menerima amal kita semua…
Allahu akbar.. Allahu akbar, walillahil hamd…
Jamaah, kaum muslimin rahimakumullah…
Diantara nikmat besar yang sering dilupakan masyarakat adalah nikmat aman. Nikmat dimana ketika kita tidak ada yang mengganggu, tidak merasa terancam, atau tertekan oleh pihak manapun. Sehingga kita bisa melakukan aktivitas apapun dengan tenang dan nyaman.
Bukti bahwa ini adalah nikmat besar, Allah jadikan nikmat ini sebagai alasan untuk memerintahkan orang musyrikin agar mereka masuk islam. Allah berfirman,
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ . الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 3 – 4)
Seperti yang kita tahu, Allah memberikan banyak nikmat kepada penduduk Mekah. Namun dua nikmat ini yang Allah sebutkan sebagai alasan untuk memerintahkan mereka, agar mau tunduk beribadah kepadanya. Ini menunjukkan, betapa dua nikmat ini adalah nikmat yang luar biasa.
Kita sendiri bisa merasakan, ketika kita dalam kondisi aman, maka kita bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa gangguan. Kita bisa beribadah, belajar, bekerja, atau melakukan aktivitas lainnya dengan suasana nyaman.
Karena itulah, Rasulullah ﷺ menyebut, orang yang mendapatkan dua nikmat tersebut, ditambah dengan nikmat sehat, seolah dia telah mendapatkan dunia seisinya.
Dari Ubaidillah bin Mihshan al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، آمِنًا فِي سِرْبِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa diantara kalian yang pagi harinya dalam kondisi sehat fisiknya, aman di tempat tinggalnya, dan dia memiliki bahan makanan untuk hari itu, seolah dikumpulkan dunia untuknya.” (HR. Turmudzi 2346, Ibn Majah 4141, dan dishahihkan al-Albani).
Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullah…
Akan tetapi sangat disayangkan, terkadang ada beberapa pihak yang menggunakan media untuk merusak nikmat aman ini. Dengan cara memicu kekacauan di masyarakat, menimbulkan ketegangan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Bahkan memicu permusuhan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Media yang dimaksud adalah berita.
Oleh sebab itu, al-Quran memerintahkan agar kita tidak mudah menerima berita. Al-Quran mengingatkan, salah satu diantara sebab manusia menyesal adalah karena mereka tidak hati-hati dalam menerima berita.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menyakiti orang lain dengan cara bodoh, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6).
Dan realita menjadi bukti yang paling nyata. Betapa banyak orang yang memusuhi orang lain, disebabkan informasi salah yang dia terima.
Jamaah shalat id yang kami muliakan,
Namun anehnya, kita justru sering disibukkan dengan membaca berita. Hari-hari kita dijejali dengan berita. Kita beli koran, dengarkan radio, menyalakan televisi, baca situs-situs internet, hampir semuanya isinya berita. Kita begitu terbuka dengan berita, sehingga berita kita undang ke rumah kita.
Di saat yang sama, kita justru tertutup dengan ilmu agama. Kita jarang membaca buku-buku agama, jarang mengikuti kajian ilmu agama, ketika jumatan, kita datang telat, dst.
Padahal kita semua mengakui bahwa ilmu agama lebih kita butuhkan dibandingkan berita.
Ma’asyiral Muslimin, rahimakumullah,
Allah telah tunjukkan kepada kita, perbedaan yang sangat mencolok antara ilmu agama dengan berita. Agar kita bisa mengambil kesimpulan, bagian mana yang seharusnya lebih kita pilih.
Kami akan sebutkan beberapa perbedaan antara ilmu agama dan berita, jika kita buat perbandingan.
Yang pertama, tidak ada tulisan yang lebih cepat basi melebihi tulisannya para tukang warta.
Pagi dirilis, sore sudah basi. Sore terbit, esok sudah basi. Sehingga kita mengenal istilah koran bekas, berita basi, dst.
Lain halnya dengan tulisan para ulama, tidak ada istilah ilmu basi atau tulisan yang basi.
Imam Bukhari meninggal pada tahun 256 H, di usia 62 tahun. Usia penulisnya hanya 60an tahun, tapi Kitab Shahih Bukhari usianya lebih dari 1100 tahun. Dan umat islam hingga sekarang tetap memanfaatkan kitab ini, tanpa ada istilah basi.
Demikian pula karya para ulama lainnya, Riyadhus Sholihin karya an-Nawawi, meskipun usianya lebih dari 700 tahun, kaum muslimin masih membacanya, dan tidak ada istilah basi.
Sama-sama tulisan, namun yang satu sangat cepat basi, sementara yang satu lebih abadi.
Yang kedua, dilihat dari pengaruhnya, sangat jauh berbeda. Banyak diantara masyarakat yang seusai membaca berita, dia sedih, sakit hati, marah, bingung, atau bahkan ketakutan. Bisa jadi anda membaca berita buruk yang kejadiannya ada di jakarta, atau di luar kota, namun anda yang membaca hanya bisa sedih atau marah atau ekspresi batin lainnya.
Berbeda dengan ilmu agama, Allah menjamin, orang yang belajar ilmu agama, hatinya akan semakin tenang.
Allah berfirman,
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Bukankah dengan dzikrullah, hati seorang hamba akan semakin tenang.” (QS. ar-Ra’du: 28)
Salah satu diantara makna dzikrullah adalah mempelajari peringatan dari Allah, dalam arti belajar ilmu agama.
Karena itulah, orang yang rajin belajar ilmu agama, bisa menikmati kesendiriannya bersama kitab-kitab para ulama.
Yang ketiga, dilihat dari nilai kepentingannya.
Bisa jadi, semua berita yang termuat di koran yang kita baca, dari halaman depan hingga ujung halaman belakang, kita sama sekali tidak memiliki kepentingan dengannya.
Berbeda dengan ilmu agama, kita semua membutuhkannya, dan kita semua berkepentingan dengannya.
Bahkan Imam Ahmad mengatakan, tingkat kebutuhan manusia terhadap ilmu agama lebih tinggi dibandingkan tingkat kebutuhannya terhadap makan dan minumnya.
Imam Ahmad mengatakan,
الناس الى العلم أحوج منهم الى الطعام والشراب لأن الرجل يحتاج الى الطعام والشراب في اليوم مرة أو مرتين وحاجته الى العلم بعدد أنفاسه
Manusia lebih butuh terhadap ilmu dibandingkan terhadap makanan dan minuman. Karena orang butuh makan minum, dalam sehari hanya sekali atau 2 kali. Sementara kebutuhannya terhadap ilmu sejumlah bilangan nafasnya.
Karena kita butuh ilmu untuk semua aktivitas kita, agar sesuai dengan panduan yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Allahu akbar, laailaaha illallaah wa Allahu akbar. Allahu akbar, wa lillaahil hamd…
Yang keempat, dilihat dari semangat orang yang membuatnya.
Ada satu kaidah yang menunjukkan bahwa tukang warta memiliki niat yang tidak baik dalam menyampaikan berita. Bad news is good news. Kabar buruk adalah tema berita terbaik. Artinya, semakin menimbulkan banyak perhatian masyarakat, semakin menimbulkan konfrontasi di masyarakat, semakin menguntungkan bagi wartawan.
Di masa silam, ada beberapa penyebar warta. Kebanyakan mereka adalah orang munafik, yang memiliki misi, membuat kekacauan di kota Madinah. Allah menyebut mereka dengan al-Murjifun – tukang pembuat onar dengan menyebarkan hoax. Bahkan Allah mengancam mereka, jika tidak menghentikan kebiasaan buruknya, Rasulullah ﷺ akan mengusir mereka dari Madinah.
Allah berfirman,
لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan para murjifun, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. (QS. al-Ahzab: 60).
Lain halnya dengan semangat para ulama dalam membuat karya dan menyampaikan ilmunya. Mereka adalah guru bagi umat, mendidik mereka agar sesuai dengan panduan syariat yang Allah berikan.
Karena itu, Nabi ﷺ memberikan janji, bahwa meraka akan didoakan oleh makhluk di sekitarnya.
Dari Abu Umamah al-Baahili radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ، لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat/mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia” (HR. Tirmidzi 2685 dan dishahihkan al-Albani)
Allahu akbar… allahu akbar… laa ilaaha illallahu wallahu akbar, allahu akbar walillahil hamd…
Selanjutnya marilah kita berdoa memohon kepada Allah, agar kita diberi sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan semoga Allah memberikan kesabaran bagi kaum muslimin Indonesia, dan petunjuk bagi mereka untuk menempuh jalan keluar terbaik dalam menghadapi setiap masalah bangsa Indonesia.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا ، وَلا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لا يَرْحَمُنَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/34984-khutbah-idul-fitri-1440-h-satukan-langkah-tinggalkan-media-berita.html